Sabtu, 26 Maret 2011

MENGGAPAI CINTA ROBBANI

Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup.
Seharusnya saat itu aku menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang
aku rasakan justru rasa haru biru.
Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada satupun sanak saudara
yang menemaniku ke tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau yang paling
keras menentang perkawinanku.
Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari, "Jadi juga kau nikah
sama 'buntelan karung hitam' itu ....?!?"
Duh......, hatiku sempat kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon
istriku disebut 'buntelan karung hitam'.

"Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis
hitam, gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya.
Lebih tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !!" sambung ibu lagi.
"Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan
Allah. Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu...?" Kali ini aku terpaksa
menimpali ucapan ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung
mendengar ucapanku.
"Oh.... rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang
keluargamu. baiklah Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan
dapatkan seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa
perempuan itu ke rumah ini !!"
DEGG !!!!
****

"Yanto.... jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba,"
teguran Ismail membuyarkan lamunanku. Segera kuucapkan istighfar dalam hati.
"Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah ...akhi," sekali lagi
Ismail memberi semangat padaku.
"Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan
mas kawin seperangkat alat sholat tunai !"
Alhamdulillah lancar juga aku mengucapkan aqad nikah.
"Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah
dien. Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain."
****

Dikamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun
lama. Memandangi istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah
sekian lama kami saling diam, akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati
kuberanikan diri untuk menyapanya.
"Assalamu'alaikum .... permintaan hafalan Qur'annya mau di cek
kapan De'...?" tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi
disembunyikan dalam tunduknya. Sebelum menikah, istriku memang pernah
meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar aku membacakan hafalan Qur'an
tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui.
"Nanti saja dalam qiyamullail," jawab istriku, masih dalam
tunduknya. Wajahnya yang berbalut kerudung putih, ia sembunyikan
dalam-dalam. Saat kuangkat dagunya, ia seperti ingin menolak. Namun ketika
aku beri isyarat bahwa aku suaminya dan berhak untuk melakukan itu , ia
menyerah.
Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku 'tidak
menarik'. Sekelebat pikiran itu muncul ....dan segera aku mengusirnya.
Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.

"Bang, sudah saya katakan sejak awal ta'aruf, bahwa fisik saya
seperti ini. Kalau Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang
tidak menyesal beristrikan saya, mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan
yang banyak untuk Abang. Seperti keberkahan yang Allah limpahkan kepada
Ayahnya Imam malik yang ikhlas menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada
istrinya. Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah yang dibacakan
ibunya Imam Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan mereka," ...
Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang banyak."
(QS An-Nisa:19)

Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air
mata itu lekat-lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang
wanita yang memiliki cacat itu. Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik,
ulama besar ummat Islam yang namanya abadi dalam sejarah.
"Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan
kasih sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan
menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas."
Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya
dalam dekapku. Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih
menyisakan segumpal ragu.
"Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh...
saya siap menerima keputusan apapun yang terburuk," ucapnya lagi.
"Tidak...De'. Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah.
Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika seluruh
keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi," paparku sambil menggenggam
erat tangannya.
****

Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya
bait-bait do'a kubentangkan pada Nya.
"Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat
mendatangkan cinta buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena
rupa yang cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah
malam ini akan kubuktikan bahwa cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan
pada-Mu. Karena itu, pertemukanlah aku dengan-Mu dalam Jannah-Mu !"
Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu
kutatap raut wajah istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang
aku benar-benar mencintainya. Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah
sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-malamnya dengan munajat panjang
pada-Nya. Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa
melaksanakan shoum sunnah Rasul Nya.
"...dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya pada
Allah ..."
(QS. al-Baqarah:165) 

Buat saudara2ku yg ingin menyempurnakan separuh dien nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar