Kamis, 17 Maret 2011

DAN CINTAPUN BERTASBIHLAH

Langit cerah. Ufuk barat memerah. Angin berhembus. Daun mangga

jatuh. Senja bertasbih. Burung- burung pulang ke sangkarnya dengan

bertasbih. Para santri di masjid ada yang menghafal Alfiyah, ada yang

membaca Al Quran, ada yang membaca ma’tsurat, dan ada juga yang

memilih duduk menghadap kiblat dengan bertasbih.

Azan maghrib berkumandang. Azzam menjawab panggilan azan

dengan hati bergetar. Jiwanya ia pasrahkan semuanya kepada Allah.

Sementara Anna bersiap dengan mukena putihnya. Ia larut dalam

zikir mengagungkan Allah.

Senja itu langit cerah. Angin mengalir dari sawah. Bintang-bintang

bertasbih. Shalat didirikan. Selesai shalat Kiai Lutfi naik mimbar,

setelah membaca hamdalah dan shalawat pengasuh pesantren itu

memberikan pengumuman singkat,

”Jamaah shalat maghrib, santri-santriku yang aku sayangi. Malam

ini pengajian tafsir Jalalain waktunya diganti bakda Isya. Insya

Allah bakda maghrib ini akan ada peristiwa bersejarah yang

penting. Yaitu saya akan menikahkan Anna Althafunnisa dengan

Khairul Azzam. Saya mohon kepada semua yang ada di masjid ini

untuk menjadi saksi!”

Setelah itu Pak Kiai turun dan memanggil Azzam untuk maju ke

depan. Azzam maju dengan langkah gemetaran. Lebih dari seribu

mata santri memandang ke arahnya. Pak Kiai duduk di depan

mihrab. Azzam duduk tertunduk di hadapannya. Pak Kiai memanggil

seorang santri senior bernama Hamid, seorang pria berumur empat

puluh lima tahunan bernama Pak Fadlun. Pak Fadlun adalah kepala

KUA Kecamatan Polanharjo. Sebelum akad Pak Kiai berkata pada

Pak Fadlun, ”Tolong Pak Fadlun sampeyan jadi saksi, dan sekalian

kau catat dan kau buatkan surat nikahnya. Persyaratan berkas-

berkasnya menyusul ya.”

”Inggih Pak Kiai.” Jawab Pak Fadlun.

Azzam mendengar percakapan itu. Hatinya semakin mantap. Di

lantai dua, Anna menanti detik-detik membahagiakan itu dengan

tidak sabar. Ia segera ingin resmi jadi isteri Azzam, agar status

jandanya segera hilang.

Pak Kiai memulai prosesi akad nikah. Sebelumnya ia membatakan

khutbah nikah secara singkat. Semua dalam bahasa Arab. Khutbah

nikahnya baginda Nabi ketika menikahkan Fatimah dengan Ali.

Khutbah yang ditulis banyak ulama dalam kitab-kitab fiqh. Lalu Kiai

Lutfi berkata kepada Azzam,”Ya Khairul Azzam, anikahtuka wa

tazwijatuka binti Anna Althafunnisa bi mahri al khatam min dzahab

haalan”33

”Qiiiltu nikahaha wa tazwijaha bi mahril madzkur haalan”34

Jawab

Azzam spontan. Di lantai dua Anna langsung memeluk Umminya

yang ada di samping. Ibu dan anak larut dalam tangis bahagia.

”Ummi, Anna sudah punya suami lagi. Anna tidak janda lagi. Dan

suami Anna kali ini adalah orang yang sebenamya selama ini Anna

cintai.” Kata Anna setengah berbisik pada ibunya.

”Iya Nduk, alhamdulillah.”

Selesai akad Pak Kiai membaca doa, yang diamini semua santri yang

memenuhi masjid itu. Setelah itu para santri menyalami Azzam

dengan senyum mengembang. Pak Kiai hendak membawa Azzam ke

rumah untuk menemi isterinya.

Azzam menjawab, ”Perkenankan saya i’tikaf Pak Kiai sampai Isya.”

”Jangan panggil Pak Kiai lagi. Panggillah Abah. Sekarag kau

menantuku Zam.” ”Baik Abah.”

Pak Kiai tetap pulang, dan meminta isteri dan anak putrinya

menyiapkan sesuatu yang bisa digunakan untuk menyambut sang

menantu setelah shalat Isya’.

Anna tidak sabar untuk segera bertemu Azzam. Selesai shalat Isya ia

berharap Azzam akan dibawa Abahnya langsung ke rumah. Tapi

Abahnya malah meminta Azzam untuk memberikan pengajian Tafsir

Jalalain.

* * *

Dengan hati bergetar Azzam mengiringi Kiai Lutfi ke rumah. Ia lihat

dengan ujung matanya Anna dan Umminya sudah masuk duluan. Ia

sudah punya isteri. Inilah rezeki yang tidak di sangka-sangka

datangnya.

Begitu sampai Bu Nyai Nur langsung berkata kepadanya, ”Langsung

naiklah ke atas Nak! Isterimu sudah menunggu di sana . Di atas cuma

ada dua kamar, perpustakaan dan kamar isterimu. Kamar isterimu

yang ada di sebelah kanan. Yang pintunya ada tulisannya Anna .”

Azzam agak ragu.

”Jangan ragu, naiklah! Ini juga rumahmu.” Kata Kiai Lutfi

menguatkan.

Azzam naik ke atas. Hatinya berdegup kencang ketika sampai di

sebuah kamar yang ada tulisannya Anna. Ia ketuk kamar itu pelan

sambil mengucapkan salam. Ada suara yang bening menjawab dari

dalam. Pintu terbuka perlahan. Dan tampaklah bidadari itu di

hadapannya. Azzam masuk. Anna mengunci pintunya. Azzam

memandang Anna dengan mata berkaca-kaca. Anna memakai jilbab

dan baju birunya. Jilbab dan baju biru yang ia kenakan saat pertama

bertemu di Cairo . Saat ia menolong gadis yang kini jadi isterinya itu

dengan memberinya tumpangan taksi.

Anna menunduk malu. Dalam terpaan temaram cahaya lampu tidur

Anna tampak begitu jelita. Bau harum wangi yasmin merasuk jiwa.

Azzam maju dan mengangkat wajah isterinya, lalu lirih berkata,

”Apakah kau ridha dinikahkan Abahmu denganku?”

Anna menganggukkan kepala. Ternggorokannya tercekak haru. Ia

seperti tak mampu bicara.

”Kalau begitu duduklah, aku akan membacakan doa barakah.”

Anna menuruti perintah Azzam. Ia duduk di samping ranjang.

Azzam duduk di samping isterinya. Ia meletakkan sorban pemberian

Kiai Lutfi ke ranjang, lalu pelan tangan kanannya memegang ubun-

ubun isterinya dan membacakan doa barakah yang diajarkan

Rasulullah. Ann mengamini dengan air mata meleleh.

”Ayo kita sholat dulu!”

”Baik Mas.”

Mereka mengambil air wudhu lalu shalat. Selesai shalat Azzam

berdoa lagi. Anna mengamini. Setelah itu perlahan Anna melepas

mukenanya. Di balik mukena Anna memakai baju dan bawahan biru.

Azzam berdiri dan berkata pada Anna,

”Maaf Dik, aku harus pulang.” ”Pulang ke mana?”

”Ke Sraten. Kasihan Husna dan Lia.”

”Mas tidak boleh pulang. Malam ini harus tidur di kamar ini.”

”Mereka nanti cemas kalau Mas tidak pulang.”

”Jangan khawatir Husna tadi sudah aku beritahu lewat handphone,

sebelum Mas masuk kamar ini. Dia titip salam.”

”Tapi aku harus pulang, ada urusan yang Husna tidak tahu.”

”Apa itu?”

”Memberi bumbu adonan bakso.”

”Apakah bakso itu lebih berharga dari isterimu ini Mas.”

”Tidak Dik, tentu kau lebih berharga. Bahkan dibanding dengan

dunia seisinya.”

”Kalau begitu sekarang lakukanlah tugasmu sebagai seorang suami.”

Ucap Anna pelan.

Jari-jari Anna memegang kancing baju birunya. Azzam melihat

dengan hati bergetar.

”Tunggu isteriku!” ”Kenapa?”

Azzam maju lalu perlahan mencium kening isterinya. Dengan suara

halus Azzam berkata kepada isterinya, ”Ini bukan tugasmu, ini tugas

suamimu!” Ia merebahkan isterinya pelan-pelan.

berlinang Anna berkata, ”Mas Azzam, aku punya puisi untukmu,

mau kau mendengarkan?”

Azzam mengangguk dengan tangan terus bekerja untuk

menyempurnakan ibadah dua insan yang dimabuk cinta. Anna

berkata kepada Azzam:

Kaulah kekasihku Bukalah cadarku Sentuh suteraku Muliakan

mahkotaku Nikmati jamuanku Jangan khianati aku!

Azzam tersenyum, lalu mencium kembali kening isterinya. Lalu ia

membalas,

Bismillah, Kemaril ah cintaku Akan kubuka cadarmu dengan cintaku

Akan kusentuh suteramu dengan cintaku Akan kumuliakan

mahkotamu dengan cintaku Dan kunikmati jamuanmu dengan

cintaku Tak mungkin aku mengkhianatimu Karena aku cinta padamu

Kedua insan itu bertasbih menyempurnakan ibadah mereka sebagai

hamba-hamba Allah yang mengikuti sunnah para nabi dan rasul yang

mulia. Malam begitu indah. Rembulan mengintip malu di balik

pepohonan. Rerumputan bergoyang-goyang bertasbih dan

bersembahyang. Malam itu Azzam dan Anna merasa menjadi hamba

yang sangat disayang Tuhan.

Selesai shalat subuh, Azzam membaca Al Quran disimak oleh

isterinya tersayang. Setengah juz ia baca dengan tartil dan penuh

penghayatan. Ia telah melewatkan malam yang tak akan terlupakan

selama hidupnya. Anna tampak begitu ranum dan segar. Senyumnya

mengembang ketika suaminya selesai membaca Al Quran.

”Mau apa pagi ini sayang?” Tanya Anna.

”Terserah kau.”

”Bagaimana kalau kita buka internet. Aku akan beritahu teman-

teman di Cairo bahwa aku sudah tidak janda lagi.”

”Boleh, tapi di mana kita buka internet?”

”Di kamar samping. Komputernya ada line internetnya.”

”Baik. Ayo kita ke sana .”

Suami isteri itu lalu beranjak ke perpustakaan dan membuka internet.

Ketika mereka sedang berduaan di depan komputer, Kiai Lutfi

masuk ke perpustakaan. Kiai Lutfi tersenyum, lalu balik kanan,

sebelum pergi Kiai Lutfi bertanya pada Anna dengan nada canda,

”Nduk bagaimana jago yang Abah pilihkan?”

”Pilihan Abah tepat. Jagonya lebih hebat dari elang!” Jawab Anna

sekenanya.

Azzam langsung menguyek-uyek kepala isterinya dengan rasa cinta

dan sayang.

Setelah membuka internet, Anna yang duduk dengan bersandar di badan suami

tercintanya, dengan malu-malu menarik-narik ujung baju Azzam…

”Karena dipaksa, ya baiklah, dengan senang hati isteriku.” Ucap

Azzam pelan di telinga isterinya.

Mereka berdua kembali ke kamar dan menutup pintu kamar. Anna

kembali membacakan puisinya dengan sepenuh jiwa, Azzam

menjawab dengan suara bergetar,

Akan kumuliakan mahkotamu dengan cintaku

Dan kunikmati jamuanmu dengan cintaku

Tak mungkin aku mengkhianatimu Karena aku cinta padamu

Kedua insan itu kembali bertasbih menyempurnakan ibadah mereka

sebagai hamba-hamba Allah yang mengikuti sunnah para nabi dan

rasul yang mulia. Pagi begitu indah. Sang Surya mengintip malu di

balik pepohonan. Rerumputan bergoyang-goyang bertasbih dan

bersembahyang. Pagi itu Azzam dan Anna kembali merasa menjadi

hamba yang sangat disayang Tuhan. Fa biayyi aalaai Rabbikuma

tukadzibaan!

(Ending Story From “Ketika Cinta Bertasbih 2″)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar