Langit cerah. Ufuk barat memerah. Angin berhembus. Daun mangga
jatuh. Senja bertasbih. Burung- burung pulang ke sangkarnya dengan
bertasbih. Para santri di masjid ada yang menghafal Alfiyah, ada yang
membaca Al Quran, ada yang membaca ma’tsurat, dan ada juga yang
memilih duduk menghadap kiblat dengan bertasbih.
Azan maghrib berkumandang. Azzam menjawab panggilan azan
dengan hati bergetar. Jiwanya ia pasrahkan semuanya kepada Allah.
Sementara Anna bersiap dengan mukena putihnya. Ia larut dalam
zikir mengagungkan Allah.
Senja itu langit cerah. Angin mengalir dari sawah. Bintang-bintang
bertasbih. Shalat didirikan. Selesai shalat Kiai Lutfi naik mimbar,
setelah membaca hamdalah dan shalawat pengasuh pesantren itu
memberikan pengumuman singkat,
”Jamaah shalat maghrib, santri-santriku yang aku sayangi. Malam
ini pengajian tafsir Jalalain waktunya diganti bakda Isya. Insya
Allah bakda maghrib ini akan ada peristiwa bersejarah yang
penting. Yaitu saya akan menikahkan Anna Althafunnisa dengan
Khairul Azzam. Saya mohon kepada semua yang ada di masjid ini
untuk menjadi saksi!”
Setelah itu Pak Kiai turun dan memanggil Azzam untuk maju ke
depan. Azzam maju dengan langkah gemetaran. Lebih dari seribu
mata santri memandang ke arahnya. Pak Kiai duduk di depan
mihrab. Azzam duduk tertunduk di hadapannya. Pak Kiai memanggil
seorang santri senior bernama Hamid, seorang pria berumur empat
puluh lima tahunan bernama Pak Fadlun. Pak Fadlun adalah kepala
KUA Kecamatan Polanharjo. Sebelum akad Pak Kiai berkata pada
Pak Fadlun, ”Tolong Pak Fadlun sampeyan jadi saksi, dan sekalian
kau catat dan kau buatkan surat nikahnya. Persyaratan berkas-
berkasnya menyusul ya.”
”Inggih Pak Kiai.” Jawab Pak Fadlun.
Azzam mendengar percakapan itu. Hatinya semakin mantap. Di
lantai dua, Anna menanti detik-detik membahagiakan itu dengan
tidak sabar. Ia segera ingin resmi jadi isteri Azzam, agar status
jandanya segera hilang.
Pak Kiai memulai prosesi akad nikah. Sebelumnya ia membatakan
khutbah nikah secara singkat. Semua dalam bahasa Arab. Khutbah
nikahnya baginda Nabi ketika menikahkan Fatimah dengan Ali.
Khutbah yang ditulis banyak ulama dalam kitab-kitab fiqh. Lalu Kiai
Lutfi berkata kepada Azzam,”Ya Khairul Azzam, anikahtuka wa
tazwijatuka binti Anna Althafunnisa bi mahri al khatam min dzahab
haalan”33
”Qiiiltu nikahaha wa tazwijaha bi mahril madzkur haalan”34
Jawab
Azzam spontan. Di lantai dua Anna langsung memeluk Umminya
yang ada di samping. Ibu dan anak larut dalam tangis bahagia.
”Ummi, Anna sudah punya suami lagi. Anna tidak janda lagi. Dan
suami Anna kali ini adalah orang yang sebenamya selama ini Anna
cintai.” Kata Anna setengah berbisik pada ibunya.
”Iya Nduk, alhamdulillah.”
Selesai akad Pak Kiai membaca doa, yang diamini semua santri yang
memenuhi masjid itu. Setelah itu para santri menyalami Azzam
dengan senyum mengembang. Pak Kiai hendak membawa Azzam ke
rumah untuk menemi isterinya.
Azzam menjawab, ”Perkenankan saya i’tikaf Pak Kiai sampai Isya.”
”Jangan panggil Pak Kiai lagi. Panggillah Abah. Sekarag kau
menantuku Zam.” ”Baik Abah.”
Pak Kiai tetap pulang, dan meminta isteri dan anak putrinya
menyiapkan sesuatu yang bisa digunakan untuk menyambut sang
menantu setelah shalat Isya’.
Anna tidak sabar untuk segera bertemu Azzam. Selesai shalat Isya ia
berharap Azzam akan dibawa Abahnya langsung ke rumah. Tapi
Abahnya malah meminta Azzam untuk memberikan pengajian Tafsir
Jalalain.
* * *
Dengan hati bergetar Azzam mengiringi Kiai Lutfi ke rumah. Ia lihat
dengan ujung matanya Anna dan Umminya sudah masuk duluan. Ia
sudah punya isteri. Inilah rezeki yang tidak di sangka-sangka
datangnya.
Begitu sampai Bu Nyai Nur langsung berkata kepadanya, ”Langsung
naiklah ke atas Nak! Isterimu sudah menunggu di sana . Di atas cuma
ada dua kamar, perpustakaan dan kamar isterimu. Kamar isterimu
yang ada di sebelah kanan. Yang pintunya ada tulisannya Anna .”
Azzam agak ragu.
”Jangan ragu, naiklah! Ini juga rumahmu.” Kata Kiai Lutfi
menguatkan.
Azzam naik ke atas. Hatinya berdegup kencang ketika sampai di
sebuah kamar yang ada tulisannya Anna. Ia ketuk kamar itu pelan
sambil mengucapkan salam. Ada suara yang bening menjawab dari
dalam. Pintu terbuka perlahan. Dan tampaklah bidadari itu di
hadapannya. Azzam masuk. Anna mengunci pintunya. Azzam
memandang Anna dengan mata berkaca-kaca. Anna memakai jilbab
dan baju birunya. Jilbab dan baju biru yang ia kenakan saat pertama
bertemu di Cairo . Saat ia menolong gadis yang kini jadi isterinya itu
dengan memberinya tumpangan taksi.
Anna menunduk malu. Dalam terpaan temaram cahaya lampu tidur
Anna tampak begitu jelita. Bau harum wangi yasmin merasuk jiwa.
Azzam maju dan mengangkat wajah isterinya, lalu lirih berkata,
”Apakah kau ridha dinikahkan Abahmu denganku?”
Anna menganggukkan kepala. Ternggorokannya tercekak haru. Ia
seperti tak mampu bicara.
”Kalau begitu duduklah, aku akan membacakan doa barakah.”
Anna menuruti perintah Azzam. Ia duduk di samping ranjang.
Azzam duduk di samping isterinya. Ia meletakkan sorban pemberian
Kiai Lutfi ke ranjang, lalu pelan tangan kanannya memegang ubun-
ubun isterinya dan membacakan doa barakah yang diajarkan
Rasulullah. Ann mengamini dengan air mata meleleh.
”Ayo kita sholat dulu!”
”Baik Mas.”
Mereka mengambil air wudhu lalu shalat. Selesai shalat Azzam
berdoa lagi. Anna mengamini. Setelah itu perlahan Anna melepas
mukenanya. Di balik mukena Anna memakai baju dan bawahan biru.
Azzam berdiri dan berkata pada Anna,
”Maaf Dik, aku harus pulang.” ”Pulang ke mana?”
”Ke Sraten. Kasihan Husna dan Lia.”
”Mas tidak boleh pulang. Malam ini harus tidur di kamar ini.”
”Mereka nanti cemas kalau Mas tidak pulang.”
”Jangan khawatir Husna tadi sudah aku beritahu lewat handphone,
sebelum Mas masuk kamar ini. Dia titip salam.”
”Tapi aku harus pulang, ada urusan yang Husna tidak tahu.”
”Apa itu?”
”Memberi bumbu adonan bakso.”
”Apakah bakso itu lebih berharga dari isterimu ini Mas.”
”Tidak Dik, tentu kau lebih berharga. Bahkan dibanding dengan
dunia seisinya.”
”Kalau begitu sekarang lakukanlah tugasmu sebagai seorang suami.”
Ucap Anna pelan.
Jari-jari Anna memegang kancing baju birunya. Azzam melihat
dengan hati bergetar.
”Tunggu isteriku!” ”Kenapa?”
Azzam maju lalu perlahan mencium kening isterinya. Dengan suara
halus Azzam berkata kepada isterinya, ”Ini bukan tugasmu, ini tugas
suamimu!” Ia merebahkan isterinya pelan-pelan.
berlinang Anna berkata, ”Mas Azzam, aku punya puisi untukmu,
mau kau mendengarkan?”
Azzam mengangguk dengan tangan terus bekerja untuk
menyempurnakan ibadah dua insan yang dimabuk cinta. Anna
berkata kepada Azzam:
Kaulah kekasihku Bukalah cadarku Sentuh suteraku Muliakan
mahkotaku Nikmati jamuanku Jangan khianati aku!
Azzam tersenyum, lalu mencium kembali kening isterinya. Lalu ia
membalas,
Bismillah, Kemaril ah cintaku Akan kubuka cadarmu dengan cintaku
Akan kusentuh suteramu dengan cintaku Akan kumuliakan
mahkotamu dengan cintaku Dan kunikmati jamuanmu dengan
cintaku Tak mungkin aku mengkhianatimu Karena aku cinta padamu
Kedua insan itu bertasbih menyempurnakan ibadah mereka sebagai
hamba-hamba Allah yang mengikuti sunnah para nabi dan rasul yang
mulia. Malam begitu indah. Rembulan mengintip malu di balik
pepohonan. Rerumputan bergoyang-goyang bertasbih dan
bersembahyang. Malam itu Azzam dan Anna merasa menjadi hamba
yang sangat disayang Tuhan.
Selesai shalat subuh, Azzam membaca Al Quran disimak oleh
isterinya tersayang. Setengah juz ia baca dengan tartil dan penuh
penghayatan. Ia telah melewatkan malam yang tak akan terlupakan
selama hidupnya. Anna tampak begitu ranum dan segar. Senyumnya
mengembang ketika suaminya selesai membaca Al Quran.
”Mau apa pagi ini sayang?” Tanya Anna.
”Terserah kau.”
”Bagaimana kalau kita buka internet. Aku akan beritahu teman-
teman di Cairo bahwa aku sudah tidak janda lagi.”
”Boleh, tapi di mana kita buka internet?”
”Di kamar samping. Komputernya ada line internetnya.”
”Baik. Ayo kita ke sana .”
Suami isteri itu lalu beranjak ke perpustakaan dan membuka internet.
Ketika mereka sedang berduaan di depan komputer, Kiai Lutfi
masuk ke perpustakaan. Kiai Lutfi tersenyum, lalu balik kanan,
sebelum pergi Kiai Lutfi bertanya pada Anna dengan nada canda,
”Nduk bagaimana jago yang Abah pilihkan?”
”Pilihan Abah tepat. Jagonya lebih hebat dari elang!” Jawab Anna
sekenanya.
Azzam langsung menguyek-uyek kepala isterinya dengan rasa cinta
dan sayang.
Setelah membuka internet, Anna yang duduk dengan bersandar di badan suami
tercintanya, dengan malu-malu menarik-narik ujung baju Azzam…
”Karena dipaksa, ya baiklah, dengan senang hati isteriku.” Ucap
Azzam pelan di telinga isterinya.
Mereka berdua kembali ke kamar dan menutup pintu kamar. Anna
kembali membacakan puisinya dengan sepenuh jiwa, Azzam
menjawab dengan suara bergetar,
Akan kumuliakan mahkotamu dengan cintaku
Dan kunikmati jamuanmu dengan cintaku
Tak mungkin aku mengkhianatimu Karena aku cinta padamu
Kedua insan itu kembali bertasbih menyempurnakan ibadah mereka
sebagai hamba-hamba Allah yang mengikuti sunnah para nabi dan
rasul yang mulia. Pagi begitu indah. Sang Surya mengintip malu di
balik pepohonan. Rerumputan bergoyang-goyang bertasbih dan
bersembahyang. Pagi itu Azzam dan Anna kembali merasa menjadi
hamba yang sangat disayang Tuhan. Fa biayyi aalaai Rabbikuma
tukadzibaan!
(Ending Story From “Ketika Cinta Bertasbih 2″)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar